Membangun Kedaulatan Kebudayaan Rakyat

Hersri Setiawan

1. Kebudayaan bukan Anak-Bawang Kehidupan

Walaupun kata benda “kebudayaan” atau “budaya” selalu disebut paling akhir dalam urutan pasangannya, politik-ekonomi-kebudayaan (di jaman penataran Suharto dulu dikenal istilah “ipeloksesbud”), tapi tidak bisa dipungkiri bahwa peranan kebudayaan tidak lebih kecil atau lebih rendah dari kata-kata pasangannya itu.

Contoh: (a) menyadari kekalahannya di Indonesia, Belanda (1950) segera berusaha merebut kembali jajahannya yang hilang dengan jalan ‘penetration pacifique’ dalam bentuk Sticusa dan MMB (Misi Militer Belanda); (b) Gang-4 Ziang Chin mencoba mempertahankan RRT melalui “Revolusi Kebudayaan”. Tapi kedua-duanya gagal. Yang pertama karena perlawanan rakyat, yang kedua karena terlambat diintrodusir. Baca lebih lanjut

KEPUTUSAN-KEPUTUSAN KONGRES NASIONAL LEKRA I

KongresLekra-I-000023

Joebar Ajoeb menyampaikan laporannya pada Kongres Nasional Lekra I, Solo, Januari 1959. (Foto: Koleksi Oey Hay Djoen)

I

Resolusi atas Lapiran Umum

Setelah bersidang 5 hari lamanja dan mempertimbangkan setjara mendalam dan seksama Laporan Umum Pimpinan Pusat Lekra jang disampaikan oleh kawan Joebar Ajoeb, Kongres Nasional ke-I Lekra jang bersidang pada tanggal 28 Djanuari 1959 di Sriwedari, Solo, dengan bulat memutuskan menjetudjui dan memperkuat Laporan Umum tersebut. Baca lebih lanjut

Antara Mimpi Dan Kenyataan

Hersri Setiawan

Tanggal 25 November 1973 Unit IV Savanajaya secara resmi dibubarkan. Dengan demikian yang selanjutnya ada disana adalah sebuah desa bernama sama, Desa Savanajaya. Sebuah desa yang istimewa. Karena desa ini adalah desa tapol pertama di Indonesia.

Selubung prasasti pendirian desa tapol ini dibuka oleh Jendral M. Panggabean pada 20 Juni 1972. Rombongan pertama keluarga tapol yang dikirim dari Jawa, sebanyak 84 keluarga, memasuki Desa Savanajaya pada 23 Juli 1972. Sejak saat itu, sampai tanggal 25 November 1973 tersebut di atas, Savanajaya ibarat berwajah kembar. Wajah Unit dan Wajah Desa. Penghuninya pun terdiri dari dua golongan: laki-laki tapol tanpa keluarga, dan laki-laki (resminya) eks-tapol beserta anak-isteri yang (dipaksa) menyusul. Golongan tersebut pertama tetap diam di barak-barak tapol, sedangkan yang tersebut belakangan tinggal di rumah-rumah pedesaan. Rumah ini beratap seng, berdinding papan, dengan dua kamar, satu dapur dan ruang depan; dibangun dengan ukuran sama, bentuk sama, dan material bangunan yang juga sama; dikelilingi oleh halaman yang sama luas, dan masing-masing kepala keluarga menerima pembagian sawah dan ladang dengan luas sama pula: 6000 meter persegi sawah basah yang sudah tertanami, dan 4000 meter persegi ladang palawija yang juga sudah tertanami. Sedangkan tapol warga unit tetap ditopang di atas hasil sawah dan ladang lama garapan mereka.

Baca lebih lanjut

Buru Pulau Purgatorio

Hersri Setiawan

          Cerita untuk Rahung Nasution

Buru Pulau Purgatorio 

Sesudah 20 Tahun

1979 – 1999

“DAIHATSU” yang kami tumpangi menuju ke Mako. “Daihatsu” yaitu kendaraan angkutan umum jenis mikrolet, menurut sebutan masyarakat setempat. Yang disebut “Mako” sekarang tetap sama seperti di “Jaman Tapol”. Terletak di pinggir Kali Wai Apo, di antara unit-unit besar Unit I Wanapura dan Unit II Wanareja, di satu titik jalan penyeberangan menuju ke unit-unit hulu.

Fungsi yang diemban Mako sekarang pun mungkin masih sama seperti di Jaman Tapol dulu. Fungsi sebagai Markas Komando. Bedanya cuma dalam penjelasan. Di Jaman Tapol Mako berwenang atas Inrehab Pulau Buru, sedangkan di “Jaman Transmigrasi” wewenang itu atas teritorial yang disebut “Distrik Militer”. Pangkat komandannya pun sama. Di Jaman Tapol Letkol, di Jaman Transmigrasi juga Letkol. Sama seperti Komandan-Komandan Kodim di mana saja di Indonesia.

Mendengar kata “mako”, sesudah 20 tahun masih tetap berlaku itu, sebenarnya aku merasa agak terkejut. Apalagi segera ternyata pula, bahwa bukan istilah “mako” itu saja yang tetap lestari atau dilestarikan. Tetapi juga beberapa istilah-istilah yang lain, seperti misalnya istilah “unit” yang tidak diubah menjadi “desa”; “korve” tidak menjadi “kerja bakti” atau “gotong royong” atau “gugur gunung” (seperti yang terjadi di Jaman Jepang , yang murni fasis-militer). Walaupun penggantian istilah-istilah itu tetap sekedar eufemisme yang menyelubungi kemunafikan sekalipun!

Baca lebih lanjut

Pidato Albert Parsons, salah satu tokoh perlawanan Haymarket

(Di Pemogokan Besar Rel KA di Martinsburg, West Virginia, 23 Juli 1877)

 

albert parsons

Kita berkumpul di sini sebagai pasukan kelaparan yang megah. Kawan-kawan buruh, mari kita mengingat kembali bahwa di republik yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita sejak 1776, bahwa saat kita masih memiliki republik kita punya harapan. Rakyat Amerika merunduk dengan rasa malu dan lapar. Ketika aku mengatakan rakyat Amerika, yang kumaksud adalah tulang punggung negeri ini – mereka yang mengolah tanah, yang menjalankan mesin, yang menenun benang dan menjaga punggung orang-orang beradab. Kita adalah bagian dari orang-orang tersebut.

Kita berkumpul di sini malam ini untuk menimbang keadaan kita. Kita berkumpul bersama malam ini, jika mungkin, untuk menemukan cara-cara yang dapat mengusir kemuraman raya yang menyelubungi republik kita, dengan harapan sekali lagi cahaya kebahagiaan dapat ditebarkan pada wajah bumi yang luas ini.

Masa-masa menyenangkan tak akan pernah datang ke negeri ini kecuali jika penganggur memperoleh pekerjaan. Apa yang dapat kita lakukan dengan para penganggur? Apakah kita akan mencomot dan menembak mereka? Apakah kita akan membiarkan mereka mati begitu saja? Baca lebih lanjut

Sehari Saja Kawan

Gambar

 

(masih Wiji Thukul!)

Satu kawan bawa tiga kawan
Masing-masing nggandeng lima kawan
Sudah berapa kita punya kawan

Satu kawan bawa tiga kawan
Masing-masing bawa lima kawan
Kalau kita satu pabrik bayangkan kawan

Kalau kita satu hati kawan
Satu tuntutan bersatu suara
Satu pabrik satu kekuatan
Kita tak mimpi kawan!

Kalau satu pabrik bersatu hati
Mogok dengan seratus poster
Tiga hari tiga malam
Kenapa tidak kawan

Kalau satu pabrik satu serikat buruh
Bersatu hati
Mogok bersama sepuluh daerah
Sehari saja kawan
Sehari saja kawan

Sehari saja kawan
Kalau kita yang berjuta-juta
Bersatu hati mogok
Maka kapas tetap terwujud kapas
Karena mesin pintal akan mati
Kapas akan tetap berwujud kapas
Tidak akan berwujud menjadi kain
Serupa pelangi pabrik akan lumpuh mati

Juga jalan-jalan
Anak-anak tak pergi sekolah
Karena tak ada bis
Langit pun akan sunyi
Karena mesin pesawat terbang tak berputar
Karena lapangan terbang lumpuh mati

Sehari saja kawan
Kalau kita mogok kerja
Dan menyanyi dalam satu barisan
Sehari saja kawan
Kapitalis pasti kelabakan!!

(12-11-94)

Satu Mimpi Satu Barisan

buruh indonesia_1

Oleh: Wiji Thukul

di lembang ada kawan sofyan
jualan bakso kini karena dipecat perusahaan
karena mogok karena ingin perbaikan
karena upah ya karena upah

di ciroyom ada kawan sodiyah
si lakinya terbaring di amben kontrakan
buruh pabrik teh
terbaring pucet dihantam tipes
ya dihantam tipes
juga ada neni
kawan bariyah
bekas buruh pabrik kaos kaki
kini jadi buruh di perusahaan lagi
dia dipecat ya dia dipecat
kesalahannya : karena menolak
diperlakukan sewenang-wenang

di cimahi ada kawan udin buruh sablon
kemarin kami datang dia bilang
umpama dironsen pasti nampak
isi dadaku ini pasti rusak
karena amoniak ya amoniak

di cigugur ada kawan siti
punya cerita harus lembur sampai pagi
pulang lunglai lemes ngantuk letih
membungkuk 24 jam
ya 24 jam

di majalaya ada kawan eman
buruh pabrik handuk dulu
kini luntang lantung cari kerjaan
bini hamil tiga bulan
kesalahan : karena tak sudi
terus diperah seperti sapi

dimana-mana ada sofyan ada sodiyah ada bariyah
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan
di mana-mana ada neni ada udin ada siti
di mana-mana ada eman
di bandung – solo – jakarta – tangerang
tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan

satu mimpi
satu barisan

Bandung, 21 mei 92

buruh-produksi-kayu-karet-300x150